Banyak SD di Kecamatan Tanjung-Lombok Utara masih menjalani proses belajar di bawah tenda tanpa ada kursi, bahkan ada kelas yang tak memiliki papan tulis, sementara di bangunan sekolah darurat lain yang berlantai tanah seringkali siswa harus duduk di kursi yang dibawahnya di penuhi dengan genangan air hujan yang masuk ke kelas mereka namun proses belajar harus terus berjalan. Hal ini terjadi akibat dari gempa bumi yang terjadi di tahun 2018 yang meluluh lantakkan Lombok.
Masalah trauma gempa di tepis, kehidupan pendidikan harus berlanjut dengan menjadikan kelas dibawah tenda dan tempat darurat lain sebagai tempat belajar yang harus dicintai dan harus ditempati disetiap hari belajar.
Jika kelas di bawah tenda adalah kelas paling aman karena tidak perlu takut akan runtuhnya gedung yang bisa mengancam keselamatan jiwa jika sewaktu-waktu gempa datang mengunjungi lagi, maka apakah target kurikulum K-13 harus dikejar?
Lelucon apalagi yang di pertontonkan di panggung pendidikan tanah air ini, bahwa anak kelas rendah di SD harus mencapai target belajar dari kurikulum K-13 padahal mereka tidak mengenal huruf dan tidak bisa membaca?
Di bawah tenda-tenda belajar inilah mereka yang kecil ini duduk dengan malu dan bersaksi bagiku melalui alat ukur kemampuan membaca yang aku bawa ke kelas mereka, “aku tidak bisa membaca bu”. karena itu jika harus menghabiskan berjam-jam belajar dengan melantai diatas terpal sebagai alas duduk dan merasakan panasnya udara siang hari itu tidak masalah, karena “aku ingin bisa membaca”.
Pembangunan fisik kebanyakan sekolah sedang dalam proses untuk memberikan tempat belajar yang baik, tetapi pertolongan bagi mereka yang belum bisa membaca jauh lebih di butuhkan saat ini agar bisa meraih impian belajar mereka.
“aku tidak bisa membaca” adalah bisikan-bisikan lirih dari kebanyakan kelas yang sedang berjalan di bawah tenda, mungkinkah karena itu dari suara si munggil makanya tak menganggu pendidikan? Ataukah memang sengaja di abaikan dan membuat seolah tak bersuara?
Kelasku ada di bawah tenda, Aku tidak bisa membaca! memang tak bising suaranya di sekitarmu, tapi itu sedang bersuara setiap hari di telinga pendidikan Indonesia .

Pingback: Kelasku di Bawah Tenda, Aku tidak Bisa Membaca – Stories of ministry