
Membayangkan tentang kota kecamatan di Indonesia, maka sepengetahuan saya, merupakan suatu wilayah administratif dengan infrastuktur fisik yang lebih baik dari desa dan satu level dibawah kota kabupaten. Artinya ketersediaan infrastuktur seperti jalan raya pasti lebih di perhatikan pembangunannya. Sehingga lebih baik kualitasnya dan memungkinkan adanya jalan yang lebih nyaman bagi penggunanya.
Namun hal tersebut berbeda dengan sebuah ibu kota kecamatan yang terletak di wilayah Kalimantan Barat. Daerah tersebut adalah Ibu kota dari Kecamatan Ketungau Tengah. Kota yang merupakan pusat pelayanan perbankan bagi masyarakat dari 30an lebih desa yang ada di sekitar wilayah tersebut ini sama sekali tak terlihat adanya jalanan beraspal.
Di sepanjang jalan-jalan yang saya lewati, saya tidak melihat adanya aspal. Di beberapa bagian badan jalan hanya di rabat dengan semen saja. Selebihnya hanyalah jalanan tanah biasa. Dan beberapa jembatan yang terbuat dari kayu.

Salah satu jalanan yang menarik perhatian saya adalah jalan menuju Puskesmas, sebagai pusat layanan kesehatan di sana. Jalannya hanyalah jalanan tanah biasa yang begitu licin tatkala turun hujan. Sehingga suguhan pengendara sepeda motor yang jatuh tatkala melintasi area tersebut karena licinnya jalan menjadi pemandangan biasa bagi warga yang tinggal di sekitar jalur tersebut.
Kota Kecamatan ini juga menjadi tempat mengenyam pendidikan yang lebih tinggi bagi anak-anak desa yang hendak melanjutkan sekolah setelah tamat dari Sekolah Dasar di desa. Karena di kota kecamatan inilah terdapat sekolah SMP dan SMA.
Memang wilayah kota Kecamatan ini tidak luas, seperti kota kecamatan di wilayah lain yang ada di pulau Jawa. Karena itu tidak butuh waktu yang lama untuk mengitarinya. Hanya cukup dengan setengah jam bersepeda motor kita sudah bisa melihat seantero kota kecamatan yang suasananya masih begitu ramah, akrab dan tenang ini.

Di wilayah ini juga memiliki persoalan dengan koneksi internet yang sering terganggu. Sewaktu-waktu wilayah ini seolah-olah terisolasi dari dunia luar karena tidak tersedianya jaringan untuk telepon apalagi untuk akses internet.
Di wilayah ini untuk pemenuhan kebutuhan sayuran sehari-sehari, diperoleh dari petani yang datang menjual langsung dari desa hasil bumi mereka atau juga untuk beberapa sayuran dan bumbu masih diperoleh dari kebun rumah. Sedangkan untuk suplai produk pabrik di datangkan dari Sintang.

Gambar sayuran dari desa yang di jual petani ke kota Nanga Merakai.

Memang mungkin tak banyak orang yang akan suka dengan warna air yang dipakai mandi yaitu air dari sungai Ketungau yang berwarna sedikit coklat. Tapi kenyataannya adalah banyak pendatang yang bisa menggunakan air sungai ini sebagai air mandi setiap hari sampai hari ini sekalipun kelihatannya tidak bersih. Tetapi katanya kalau sudah mandi air sungai ini, seorang pendatang baru pasti akan datang kembali lagi ke Merakai. Entah untuk sekedar berkunjung atau untuk menetap disana.

Entah benar atau tidak perkataan ini, namun orang-orang di sana sangat meyakini akan hal ini sampai hari ini. Namun saya sendiri secara pribadi yang sudah pernah datang ke sana, dan mandi air sungai ini belum tahu apakah akan sekali lagi menginjakkan kaki ke kota kecamatan ini di waktu mendatang lagi.