Perempuan Di Desa Saya- “Menikah Saja dan Urus Anak”

Perempuan tidak usah sekolah yang tinggi, karena ujungnya pasti masak dan urus anak“. Kira-kira itu ada salah satu penggalan kalimat yang dulu sering saya dengar dari para orang tua di daerah kelahiran saya saat mereka menasehati anak perempuan mereka. Itu sebabnya, perempuan di dusun Oehau (Desa Noelbaki-Kecamatan Kupang Tengah) tempat saya di besarkan menjadikan pernikahan sebagai suatu pencapaian hidup yang tertinggi dan mengabaikan pendidikan, mimpi dan cita-cita.

Saya mengingat saat saya masuk sekolah pemahaman ini sedang begitu kuatnya diterapkan oleh banyak orang tua. Itulah sebabnya, biasanya anak perempuannya di sekolahkan dengan hanya tamat Sekolah Dasar (SD) saja atau syukur bisa sampai ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Karena itu teman masa SD saya hanya beberapa yang bisa melanjut sampai ke tingkat SMP dan hanya ada satu dua yang bisa sampai ke SMA lalu selesai dan langsung menikah.

Bersyukur bahwa pemahaman ini tidak dianut oleh Papa saya yang walalupun beliau bukanlah seorang yang berpendidikan tinggi namun Papa begitu paham bahwa antara anak laki-laki dan perempuan memiliki hak pendidikan yang sama, bahkan hak mendapatkan warisan yang sama dari orang tua (karena di tempat kelahiran saya ini, anak perempuan biasanya tidak memiliki hak mendapatkan warisan dari oran tua).

Kalimat nasehat bodoh yang terdengar di sekitar tempat tinggal saya di masa lampau itu, telah membuat banyak perempuan yang memiliki potensi berhenti di dapur dan menghabiskan sisa hidup mereka sebatas bekerja di sawah atau di kebun. Saya mengingat salah seorang teman baik saya di masa SD yang sangat cerdas soal matematika, dulu saya sangat cemburu dengan kemampuan matematikanya itu. Karena beberapa kali dia mengikuti lomba matematika mewakili SD kami ke tingkat kabupaten, namun dia tidak bisa berbuat apa-apa setelah itu karena orang tuanya lebih setuju dia menikah dan mengurus anak.

Perempuan di tanah dimana saya di besarkan begitu sibuk dengan pemikiran “untuk apa bersekolah tinggi, toh ujung-ujungnya ngurus anak dan masak di dapur”. Karena itu beberapa dari mereka hari ini begitu merana kehidupan pribadinya, padahal sebenarnya mereka adalah bintang.

Itulah sebabnya setiap kali saya berada di kampung halaman, saya selalu bersyukur pada Tuhan karena orang tua saya tidak menganut paham itu. Sehingga saya bisa menginjakkan kaku ke ibu kota tanah air, mengenyam pendidikan dan belajar memberikan sumbangsih membangun daerah saya dan bagi Indonesia.

Kini perempuan tidak boleh berpikir dan di bunuh dengan pemahaman ini, karena perempuan memiliki kekuatan yang besar untuk membuat perubahan.

Salam untukmu semua perempuan Indonesia di pelosok tanah air, semoga cerita di daerahmu hari ini sudah berubah.

Leave a Reply

Shopping Cart
%d bloggers like this: