
Adanya Program Organisasi Penggerak (POP) yang diinisiasi oleh Kemendikbudristek Indonesia, memberi kesempatan kepada saya untuk bekerja dengan guru-guru kelas 1. Khususnya guru kelas 1 dari 20 Sekolah Dasar (SD) di dua kecamatan di Kabupaten Kupang-Nusa Tenggara. Kedua kecamatan itu yaitu Kecamatan Kupang Tengah dan Kecamatan Kupang Timur. Oleh sebab itu, tulisan ini berdasar pada apa yang saya lihat di lapangan tentang tantangan dari guru-guru SD kelas 1 khususnya di Kabupaten Kupang.
1. Menghadapi Siswa Yang Belum Bisa Membaca
Guru-guru kelas 1 di Kabupaten Kupang selalu saja berhadapan dengan anak-anak yang belum bisa membaca. Di beberapa sekolah bahkan ketika diawal tahun ajaran baru mereka mendapat siswa baru yang rata-rata bisa membaca. Jika sudah ada yang membaca maka bisa di presentasekan sekitar 10 persen saja dari jumlah siswa yang mendaftar di sekolah tersebut. Itulah sebabnya guru kelas satu sudah pasti harus berjuang dari nol, dari level belajar yang paling dasar yaitu bagaimana berjuang untuk bisa membantu siswa-siswinya untuk bisa membaca.
Fakta ini bukan saja di sekolah-sekolah negeri (SDN), tetapi sekolah Inspres (SDI) dan sekolah-sekolah Yayasan juga. Dengan demikian maka pekerjaan dari guru SD kelas 1 memang tidak mudah. Sebab mereka harus berjuang untuk mencari cara yang tepat untuk bisa membuat anak-anak di kelas mereka bisa membaca.
2. Kehadiran Siswa
Kehadiran siswa selalu menjadi masalah bagi sekolah-sekolah yang terletak di lokasi yang orang tua belum begitu memahami pentingnya memprioritaskan pendidikan anak. Hal ini juga terjadi di banyak tempat di wilayah Kabupaten Kupang. Dimana kebanyakan orang tua masih harus membawa anak-anaknya ikut serta ke kebun atau sawah. Hal ini biasanya terjadi di musim tanam dan dimusim panen. Guru atau pihak sekolah tidak bisa berbuat banyak terhadap hal ini.
Beberapa guru sampai harus melakukan perkunjungan ke rumah-rumah siswa untuk mengingatkan agar datang ke sekolah. Tapi juga tidak bisa menghindari fakta bahwa meski sudah melakukan perkunjungan ke rumah tapi siswa masih saja tidak datang ke sekolah. Kondisi ini biasanya terjadi juga ketika usai musim libur, seperti: libur natal atau libuar antar semester.
Masalah ini juga banyak dihadapi oleh guru kelas 1, apalagi ditambah fakta bahwa siswa kelas 1 masih kecil jadi tidak bisa ditinggal oleh orang tua. Sudah otomatis mereka pasti akan dibawa oleh orang tua ketika ke kebun atau ke sawah untuk bekerja.
Tingkat kehadiran ini seringkali menjadi faktor penghambat kemajuan siswa dalam belajar. Sedangkan seperti poin pertama dimana guru mengejar agar siswa kelas 1 bisa membaca. Tetapi justru karena faktor rendahnya kehadiran itu membuat seringkali target guru tidak bisa berjalan mulus.
3. Memilih Antara Fokus Mengajar Membaca Atau Mengajarkan Materi Lain
Saya sering mendengar dari guru yang mengatakan bahwa mereka mengalami dilema. Dilema antara ingin memilih fokus pada mengajar membaca saja dulu, atau mengerjakan semuanya sekaligus dengan pelajaran-pelajaran lain, yang notabene sudah harus memakai buku teks. Jika memaksakan menjalankan semuanya secara sekaligus, maka guru tidak bisa menghindari fakta bahwa kebanyakan gurulah yang harus mendikte membantu siswa.
Tetapi saya juga pernah bertemu dengan guru-guru yang memberanikan diri untuk fokus mengajar membaca saja dulu dibeberapa bulan pertama di tahun ajaran kelas 1. Guru-guru ini menganggap bahwa jika memaksakan diri untuk mengajarkan hal-hal lain yang memiliki teks book maka seperti guru yang belajar bukan siswanya. Dilema dan tantangan ini memang tidak mudah, karena bagaimanapun guru tahu bahwa masalah itu pasti mereka harus menghadapinya.
4. Menghadapi Mutasi Internal
saya juga melihat bahwa ada tantangan mutasi internal dalam sekolah tersebut karena beberapa alasan dan pertimbangan dari kepala sekolah. Mutasi internal ini kadangkala menyedihkan bagi guru kelas 1. Mengapa? karena guru kelas 1 ketika sudah memikirkan atau memetakan kebutuhan setiap siswa dikelasnya, namun tiba-tiba harus dimutasi ke kelas lain. Hal ini berdampak juga ketika guru kelas 1 sudah mengikuti suatu pelatihan skill tertentu untuk mendukungnya mengajar dengan optimal di kelas 1 tetapi harus dimutasi, maka skill itu tidak bisa dipakai olehnya.
5. Dukungan Orang Tua Yang Minim
Masalah kehadiran siswa dan juga perkembangan belajar siswa tidak lepas dari peranan penting dari orang tua. Di Kabupaten Kupang, tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak orang tua yang masih belum memprioritaskan masalah pendidikan dari putra-putri mereka. Umumnya hal ini terjadi karena orang tua berfokus bekerja keras di sawah atau kebun untuk mencukupi kebutuhan keluarga.
Sehingga, guru kelas 1 yang memberikan Pekerjaan Rumah (PR) kepada anak-anaknya seringkali tidak dikerjakan. Sebab memang anak-anak kelas 1 masih belum bisa mengerjakan PR mereka sendiri-mereka masih membutuhkan dukungan orang lain, khususnya orang tua mereka. Sehingga tidaklah berlebihan jika bisa dikatakan bahwa di banyak sekolah di Kabupaten Kupang, keberhasilan belajar dari siswa kelas 1 masih merupakan dukungan dan bantuan utuh dari guru kelasnya.
6. Jarak Tempuh Ke sekolah
Saya menemukan juga tantangan lain dari guru kelas 1 yang sering saya jumpai adalah jarak sekolah tempat mereka mengajar dengan jarak tempat tinggal yang begitu jauh. Seringkali saya sedih melihat hal tersebut, bahwa perjuangan mereka ke sekolah begitu luar biasa. Belum lagi ditambah dengan akses jalan yang rusak-untuk beberapa sekolah.
Jarak ini juga menjadi tantangan, karena guru harus berangkat jauh lebih pagi dari guru lain yang rumahnya lebih dekat dengan sekolah. Hal ini berdampak pada banyaknya energi yang sudah habis di perjalanan sebelum sampai di ruangan kelas untuk mengajar. Guru-guru yang rumahnya jauh, butuh lebih banyak effort untuk bisa menjalankan tugas dan tanggung jawabnya di sekolah dengan optimal. Mungkin disini juga kita bisa merenungkan bersama, apakah ini bisa secara langsung berdampak pada kualitas mengajar guru?
7. Kemampuan Kognitif Siswa Yang Rendah
Beberapa waktu lalu saya berkali-kali mendengar pengakuan guru kelas 1 bahwa daya serap dan daya ingat anak-anaknya begitu rendah. Bayangkan setelah belajar membaca dan terjadi sedikit kemajuan, lalu ada libur sekolah seminggu saja maka ketika kembali masuk sekolah, anak-anak benar-benar lupa semua huruf yang sudah mereka pelajari. Jika mengingat huruf saja begitu sulit. Apakah kita bisa memikirkan tentang pelajaran lain yang diberikan guru, apakah siswa mengingat hal yang mereka terima?
Guru kelas 1 harus memiliki ekstra kesabaran dalam menghapi fakta ini. Bahwa anak-anaknya tidak mudah untuk menangkap apa yang mereka ajarkan. Sehingga yang terjadi mereka bisa menulis apa yang didiktekan, tetapi mungkin tidak ada pemahaman sama sekali terhadap apa yang mereka tulis. Mereka mungkin bisa meniru apa yang guru suruh untuk mereka tiru atau ikuti, tetapi mereka tidak dapat menyimpan informasi pengetahuan lain di otak mereka dengan lama.
Apapun yang menjadi penyebabnya, saya hanya berfokus membukakan tantangan yang dialami oleh guru-guru kelas 1 yang saya temui di Kabupaten Kupang. Semoga tulisan ini menjadi informasi penting bagi penggiat pendidikan.
Pingback: Cara Menjadi Guru Kelas 1 Yang Berhasil - Nona Mauboy